Perjalanan Estetis Di Pekan Kebudayaan Nasional
Hasil Analisis 5
Karya “Pekan Kebudayaan Nasional”
Berdasarkan Teori,
Aliran dan Pengalaman Estetika
1. Anjing dan Anak-anaknya
Karya
lukis ini merupakan karya yang dibuat oleh Kartika Affandi tahun 1961 bertema Deppest Love, dengan
menggunakan cat minyak diatas papan berukuran 65 x 85 cm. Karya ini menjelaskan
bahwa cinta tak hanya milik dan kepada manusia. Cinta kepada makhluk Tuhan lain
pun diungkapkan. Empat kain putih berukuran besar dipakai sebagai kanvas
berjejer. Di situ, Kartika bercerita tentang induk anjing yang menjaga
anak-anaknya.
Untuk Teori seninya menurut saya,
karya ini termasuk dalam teori Mimesis
versi Aristoteles, yang dimana seniman merepresentasikan hasil pemikiran sesuai
imajinatifnya atau berkreasi untuk menciptakan kembali kenyataan dalam bentuk yang
baru.
Untuk Aliran seninya menurut
saya, karya ini termasuk aliran Fauvisme karena, seniman membuat karyanya menjadi
karya yang mandiri tanpa perlu dikaitkan dengan kemiripan maupun kerealistisan
gambar. Contohnya seperti penggunaan warna sebagai simbolisme. Sebagai hasil
dari pemahaman emosional dan imajinatif tersebut, warna serta konsep ruang
memiliki nuansa puitis. Warna-warna yang dipakai jelas dan tidak lagi
disesuaikan dengan warna yang ada di lapangan, akan tetapi mengikuti hati serta
keinginan pelukis. Penggunaan garis pada aliran fauvisme menjadi lebih
sederhana, sehingga penikmat lukisan tersebut dapat mendeteksi garis yang jelas
serta kuat dalam lukisan. Oleh karena itu, bentuk benda dalam lukisan pun
menjadi lebih mudah dikenali tanpa perlu mempertimbangkan banyak detail.
Menurut pengalaman Estetika, karya ini memiliki nilai estetis dari sudut pandang kacamata teori Ekspresi karena, karya seni dianggap baik ketika ekspresi seniman dalam karya seni dapat mengundang imajinasi dan emosi audience. Menurutnya, seniman memberikan imaginative expression kepada emosinya, dan mengajak kita untuk mengalami emosi tersebut dengan imajinasi kita sendiri. Serta karya ini memiliki latar belakang dan tujuan yang jelas, sehingga penikmat karya berhasil mendapatkan pengalaman estetikanya.
2.
Pohon Nangka
Karya lukis ini merupakan karya yang
dibuat oleh Rustamadji tahun 1985, dengan menggunakan cat minyak di atas kanvas
berukuran 80 x 110 cm. Karya ini menghadirkan pemandangan alam atau suatu sudut
dalam lingkungan domestik dengan apa adanya. Objek yang dilukis dalam satu
sudut pandang tertentu. Oleh karena itu tak sedikit juga yang menyebutnya naturalis.
Seluruh detail dalam lukisannya digarap sama seriusnya, hingga selalu ada
sebersit perasaan hangat yang penuh kesederhanaan dan lukisan-lukisannya.
Untuk Teori seninya menurut saya,
karya ini termasuk dalam teori Mimesis versi Plato, yang dimana imitasi terjadi
pada karya seni lukis ini, yang menurut Plato sebuah karya seni bisa dikatakan
seni apabila karya tersebut imitasi dari bentuk aslinya atau persis dengan
keadaan sebenarnya.
Untuk Aliran seninya menurut saya, karya ini termasuk aliran Naturalisme yaitu, aliran seni lukis yang penggambarannya alami atau sesuai dengan keadaan alam. Naturalisme melukiskan dengan alam nyata, sehingga perbandingan perspektif, tekstur, atau warna serta gelap terang dibuat seteliti mungkin. Aliran naturalisme menggambarkan objek yaitu alam yang dilukis semirip mungkin dengan aslinya.
Menurut pengalaman Estetika, karya ini memiliki nilai estetis dari sudut pandang kacamata teori Formalisme karena, karya ini menciptakan relasi formal bagi dirinya sendiri. Formalisme mengabaikan who, what, dan why dari penglihatan orang awam. Meskipun formalisme dianggap bersifat elitis, namun karya ini menciptakan emosi estetis yang berbeda. Emosi estetis tersebut muncul dari abstraksi goresan tulisan kursif, garis-garis yang terputus, dan pola-pola baru yang tercipta. Karya ini indah karena merupakan ekspresi otentik dari sang seniman. Emosi keindahan ini tidak dapat dideskripsikan oleh audience, seakan-akan membawa audience ke dimensi lain.
3.
Torso
Karya lukis ini merupakan karya yang
dibuat oleh Kustiyah tahun 1960 dengan cat minyak diatas kanvas berukuran 68 x
86 cm. Karya lukisan ini merupakan
potret ganda. Kustiyah melukiskan patung tubuhnya yang dibuat oleh Edhi
Sunarso, suaminya. Dengan menggambarkan apa yang sudah ‘digambarkan’ orang
lain, Kustiyah dapat mengekspresikan bagaimana ia memandang dirinya sendiri
sekaligus bagaimana ia menerima pandangan Edhi. Sebagai seniman, Kustiyah tak
hanya selalu berusaha melampaui identitasnya sebagai perempuan dan keturunan
Jawa, tetapi juga identitasnya sebagai pasangan seorang seniman nasional. Vas
bunga di depan patung buatan Edhi dapat dilihat sebagai cara Kustiyah memahami
persepsi publik terhadap dirinya di hadapan kesuksesan dan reputasi Edhi, bahwa
ia cantik, penting sebagai pelengkap, namun tidak berdiri sendiri.
Untuk Teori seninya menurut saya,
karya ini termasuk dalam teori Mimesis
versi Aristoteles, yang dimana seniman merepresentasikan hasil pemikiran sesuai
imajinatifnya atau berkreasi untuk menciptakan kembali kenyataan dalam bentuk
yang baru.
Untuk Aliran seninya menurut saya, karya ini termasuk aliran Impresionisme yang merupakan sebuah aliran seni lukis yang hanya melukis sebuah impresi sekilas dari suatu subjek yang akan dilukis. Dibandingkan dengan mereplika warna yang serupa dengan cara pandang manusia dalam melihat, impresionisme hendak menggambarkan warna yang murni berdasarkan proses terjadinya pembentukan warna secara alami.
Menurut pengalaman Estetika, karya ini memiliki nilai estetis dari sudut pandang kacamata teori Ekspresi karena, karya seni dianggap baik ketika ekspresi seniman dalam karya seni dapat mengundang imajinasi dan emosi audience. Menurutnya, seniman memberikan imaginative expression kepada emosinya, dan mengajak kita untuk mengalami emosi tersebut dengan imajinasi kita sendiri. Serta karya ini memiliki latar belakang dan tujuan yang jelas, sehingga penikmat karya berhasil mendapatkan pengalaman estetikanya.
4.
Pemandangan Belakang Rumah
Karya lukis ini merupakan hasil
karya yang dibuat oleh Kustiyah tahun 1963, dengan menggunakan cat minyak di
atas kanvas berukuran 42 x 120 cm. Karya ini menghadirkan pemandangan alam yaitu
pemandangan belakang rumah yang dibuatnya dalam kurun waktu yang cukup singkat
tanpa detail yang lebih. Akan tetapi, hal tersebut membentuk estetik baru.
Untuk Teori seninya menurut saya,
karya ini termasuk dalam teori Mimesis
versi Aristoteles, yang dimana seniman merepresentasikan hasil pemikiran sesuai
imajinatifnya atau berkreasi untuk menciptakan kembali kenyataan dalam bentuk
yang baru.
Untuk Aliran seninya menurut
saya, karya ini termasuk aliran Impresionisme, yang merupakan aliran seni lukis
yang berusaha memperlihatkan kesan yang ditangkap objek. Aliran ini biasanya
juga memiliki gambar yang tidak mendetail atau sedikit kabur.
Menurut pengalaman Estetika,
karya ini memiliki nilai estetis dari sudut pandang kacamata teori Ekspresi
karena, karya seni dianggap baik ketika ekspresi seniman dalam karya seni dapat
mengundang imajinasi dan emosi audience.
Menurutnya, seniman memberikan imaginative
expression kepada emosinya, dan mengajak kita untuk mengalami emosi
tersebut dengan imajinasi kita sendiri. Serta karya ini memiliki latar belakang
dan tujuan yang jelas, sehingga penikmat karya berhasil mendapatkan pengalaman
estetikanya.
5.
Potret Diri
Karya ini merupakan hasil karya
yang dibuat oleh Trubus Soedarsono tahun 1947, dengan menggunakan cat minyak di
atas kanvas berukuran 55 x 50 cm. Karya ini menggambarkan potret dirinya yang
dibuat semirip mungkin dengan aslinya.
Untuk Teori seninya menurut saya,
karya ini termasuk dalam teori Mimesis versi Plato, yang dimana imitasi terjadi
pada karya seni lukis ini, yang menurut Plato sebuah karya seni bisa dikatakan
seni apabila karya tersebut imitasi dari bentuk aslinya atau persis dengan
keadaan sebenarnya.
Untuk Aliran seninya menurut
saya, karya ini termasuk aliran Realisme, yang merupakan aliran seni rupa yang
menceritakan kehidupan sehari-hari di dunia nyata tanpa dibuat-buat. Pelukis
realisme akan selalu mengamati dan meniru bentuk-bentuk di alam secara akurat.
Menurut pengalaman Estetika, karya ini memiliki nilai estetis dari sudut pandang kacamata teori Formalisme karena, karya ini menciptakan relasi formal bagi dirinya sendiri. Formalisme mengabaikan who, what, dan why dari penglihatan orang awam. Meskipun formalisme dianggap bersifat elitis, namun karya ini menciptakan emosi estetis yang berbeda. Emosi estetis tersebut muncul dari abstraksi goresan tulisan kursif, garis-garis yang terputus, dan pola-pola baru yang tercipta. Karya ini indah karena merupakan ekspresi otentik dari sang seniman. Emosi keindahan ini tidak dapat dideskripsikan oleh audience, seakan-akan membawa audience ke dimensi lain.
Kesimpulan:
Dalam bisa menganalisis sebuah karya diperlukan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya, baik Teori, Aliran maupun pengalaman Estetika. Seperti yang dibilang Kant, bahwa pengalaman Apriori sangat berperan penting dalam menilai sebuah karya seni sebab, seluruh ingatan mengenai kejadian, keadaan, suatu benda ataupun hal lainnya itu dapat mempengaruhi hasil penilaian kita terhadap sebuah karya seni. Yang berarti, butuh pengalaman untuk menciptakan pengalaman baru. Berbeda dengan pengalaman Priori, yang dimana keadaan yang didapat saat itu merupakan pengalaman pertamanya, sehingga dalam menilai sebuah karya seni tidak mudah baginya atau asing bagi dirinya saat melihat karya itu.
Dokumentasi:
Lokasi, Galeri Nasional Indonesia
Sabtu, 21 Oktober 2023
Komentar
Posting Komentar